5 Efek Samping Rosemary

Efek Samping Rosemary

Efek samping Rosemary – Tanaman Rosemary (Rosmarinus officinalis) dikenal sebagai tanaman herbal serbaguna dengan segudang manfaat kesehatan. Mulai dari meningkatkan daya ingat, merangsang pertumbuhan rambut, hingga menstabilkan gula darah, rempah satu ini sering dianggap sebagai solusi alami untuk berbagai masalah kesehatan. Namun, di balik khasiatnya yang menjanjikan, rosemary juga menyimpan sejumlah efek samping yang jarang dibahas.

Banyak orang mengira bahwa karena berasal dari alam, herbal seperti rosemary pasti aman dikonsumsi dalam jumlah berapapun. Padahal, seperti halnya obat-obatan, penggunaan rosemary baik dalam bentuk minyak, suplemen, atau ekstrak bisa menimbulkan risiko bila tidak dikonsumsi dengan tepat. Beberapa efek sampingnya bahkan bisa berbahaya bagi kelompok tertentu.

Efek Samping Rosemary: Bahaya yang Perlu Diwaspadai

Berikut ini efek samping rosemary berdasarkan penelitian medis, mulai dari reaksi alergi, gangguan pencernaan, interaksi dengan obat-obatan, hingga dampaknya pada ibu hamil dan anak-anak. Dengan memahami risikonya, kamu bisa memanfaatkan rosemary secara lebih bijak tanpa membahayakan kesehatan.

1. Reaksi Alergi: Dari Gatal Hingga Sesak Napas

Meskipun tidak umum, beberapa orang dapat mengalami reaksi alergi setelah terpapar rosemary. Gejalanya bervariasi, mulai dari yang ringan seperti gatal-gatal dan kemerahan pada kulit, hingga reaksi berat seperti pembengkakan di area wajah, lidah, atau tenggorokan yang dapat mengganggu pernapasan.

Rosemary mengandung senyawa aktif seperti asam rosmarinik, kamper, dan cineole, yang dapat bersifat iritan bagi sebagian orang. Minyak esensial rosemary yang pekat juga berpotensi menyebabkan iritasi kulit jika diaplikasikan langsung tanpa pengencer.

Pada kulit, reaksi alergi dapat muncul dalam bentuk ruam merah, gatal, atau bahkan dermatitis kontak. Jika memengaruhi saluran pernapasan, gejala bisa berupa hidung tersumbat, bersin-bersin, atau dalam kasus yang lebih serius, sesak napas. Reaksi sistemik seperti pembengkakan pada bibir, lidah, atau tenggorokan (angioedema) termasuk kondisi darurat yang memerlukan penanganan medis segera karena berisiko menyebabkan syok anafilaksis.

Jika muncul gejala alergi, hal pertama yang harus dilakukan adalah menghentikan penggunaan rosemary. Untuk reaksi ringan seperti gatal atau ruam, area yang terkena dapat dicuci dengan air dingin dan sabun lembut. Namun, jika terjadi pembengkakan atau kesulitan bernapas, segera cari bantuan medis.

Individu yang memiliki riwayat alergi terhadap tanaman dari keluarga Lamiaceae—seperti mint, basil, atau oregano—lebih berisiko mengalami reaksi serupa terhadap rosemary.

2. Gangguan Pencernaan: Mual, Muntah, dan Kram Perut

Konsumsi rosemary berlebihan, terutama dalam bentuk suplemen atau minyak esensial, dapat memicu gangguan pencernaan. Beberapa orang melaporkan keluhan seperti mual, muntah, atau kram perut setelah mengonsumsi teh rosemary atau ekstraknya dalam dosis tinggi.

Kandungan kamper (borneol) dalam rosemary dapat mengiritasi lambung jika dikonsumsi dalam jumlah besar. Minyak esensial rosemary yang murni juga tidak boleh dikonsumsi langsung karena berisiko menyebabkan keracunan. Selain itu, bagi penderita maag atau GERD, rosemary dapat memperburuk gejala karena merangsang produksi asam lambung.

Bila muncul gejala gangguan pencernaan, segera hentikan konsumsi rosemary. Minum air putih dapat membantu mengencerkan senyawa aktif yang mengiritasi lambung. Mengonsumsi makanan ringan seperti pisang atau oatmeal juga dapat membantu menenangkan perut.

Untuk menghindari efek samping ini, sebaiknya gunakan rosemary dalam bentuk daun segar atau kering sebagai bumbu masakan, bukan minyak murni. Batasi konsumsi teh rosemary maksimal dua cangkir sehari dan hindari mengonsumsinya saat perut kosong.

3. Risiko pada Ibu Hamil dan Menyusui

Meskipun aman digunakan sebagai bumbu masakan, rosemary dalam bentuk suplemen atau minyak esensial dapat berisiko bagi ibu hamil. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rosemary memiliki efek uterotonik, yang berarti dapat merangsang kontraksi rahim dan berpotensi memicu keguguran atau persalinan prematur.

Minyak rosemary tidak boleh dikonsumsi secara oral atau dioleskan dalam bentuk pekat karena dapat memengaruhi keseimbangan hormon kehamilan. Konsumsi teh rosemary berlebihan (lebih dari dua cangkir sehari) juga dapat meningkatkan risiko kontraksi rahim. Penggunaan aromaterapi rosemary sebaiknya dihindari terutama pada trimester pertama kehamilan.

Belum banyak penelitian yang membahas efek rosemary pada ASI. Namun, mengingat kandungan senyawa kuat seperti kamper, sebaiknya ibu menyusui menghindari konsumsi rosemary berlebihan untuk mencegah efek samping pada bayi.

Ibu hamil dan menyusui disarankan untuk menghindari suplemen rosemary dan hanya menggunakannya sebagai bumbu masakan dalam jumlah wajar. Konsultasikan dengan dokter sebelum menggunakan produk herbal apa pun selama masa kehamilan dan menyusui.

4. Interaksi dengan Obat-Obatan

Rosemary dapat berinteraksi dengan beberapa jenis obat, sehingga perlu kehati-hatian bagi mereka yang sedang menjalani pengobatan rutin.

Rosemary mengandung senyawa yang memengaruhi pembekuan darah. Jika dikonsumsi bersamaan dengan obat pengencer darah seperti warfarin atau aspirin, dapat meningkatkan risiko perdarahan.

Karena rosemary memiliki efek menurunkan gula darah, kombinasi dengan obat diabetes dapat menyebabkan hipoglikemia (gula darah terlalu rendah).

Rosemary bersifat diuretik alami. Jika digunakan bersama obat diuretik seperti furosemid, dapat menyebabkan dehidrasi atau ketidakseimbangan elektrolit.

Untuk meminimalkan risiko interaksi, beri jarak 2–3 jam antara konsumsi rosemary dan obat-obatan. Selalu konsultasikan dengan dokter sebelum menggunakan rosemary jika sedang dalam pengobatan rutin.

5. Risiko Kejang pada Penderita Epilepsi

Salah satu efek samping rosemary yang kurang dikenal adalah potensinya memicu kejang pada penderita epilepsi atau gangguan saraf lainnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan kamper dan cineole dalam rosemary yang dapat merangsang sistem saraf secara berlebihan.

Sakit kepala hebat, gelisah, tremor, atau perubahan kesadaran dapat menjadi tanda awal reaksi negatif terhadap rosemary.

Hindari penggunaan minyak esensial rosemary dan batasi konsumsi teh atau suplemennya. Pantau reaksi tubuh dengan cermat setelah penggunaan pertama kali.

Penutup

Rosemary memang menawarkan banyak manfaat, namun penggunaannya harus dilakukan dengan bijak. Efek samping seperti alergi, gangguan pencernaan, risiko pada kehamilan, interaksi obat, dan potensi kejang pada penderita epilepsi perlu diperhatikan.

Tips Penggunaan Aman

  • Gunakan rosemary sebagai bumbu masakan, bukan dalam dosis tinggi.
  • Encerkan minyak esensial sebelum digunakan pada kulit.
  • Ibu hamil dan pengguna obat tertentu harus berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
  • Lakukan uji alergi sebelum penggunaan pertama kali.

Dengan memahami efek sampingnya, Anda dapat memanfaatkan rosemary secara optimal tanpa membahayakan kesehatan. Jika muncul gejala tidak biasa, segera hentikan penggunaan dan cari bantuan medis.

Baca juga:

Referensi

  1. Al-Sereiti, M. R., Abu-Amer, K. M., & Sen, P. (1999). Pharmacology of rosemary (Rosmarinus officinalis Linn.) and its therapeutic potentials. Indian Journal of Experimental Biology, 37(2), 124-130.
  2. Begum, A., Sandhya, S., Ali, S. S., Vinod, K. R., Reddy, S., & Banji, D. (2013). An in-depth review on the medicinal flora Rosmarinus officinalis (Lamiaceae). Acta Scientiarum Polonorum Technologia Alimentaria, 12(1), 61-73.
  3. European Medicines Agency. (2010). Assessment report on Rosmarinus officinalis L., aetheroleum and Rosmarinus officinalis L., folium. EMA/HMPC/13631/2010.
  4. Ghasemzadeh Rahbardar, M., & Hosseinzadeh, H. (2020). Therapeutic effects of rosemary (Rosmarinus officinalis L.) and its active constituents on nervous system disorders. Iranian Journal of Basic Medical Sciences, 23(9), 1100-1112. https://doi.org/10.22038/ijbms.2020.45269.10541
  5. National Center for Complementary and Integrative Health. (2020). Rosemary. U.S. Department of Health and Human Services. https://www.nccih.nih.gov/health/rosemary
  6. Pengelly, A., Snow, J., Mills, S. Y., Scholey, A., Wesnes, K., & Butler, L. R. (2012). Short-term study on the effects of rosemary on cognitive function in an elderly population. Journal of Medicinal Food, 15(1), 10-17. https://doi.org/10.1089/jmf.2011.0005
  7. Rahbardar, M. G., & Hosseinzadeh, H. (2020). Toxicological effects of Rosmarinus officinalis (rosemary): A review. Toxin Reviews, 39(3), 245-258. https://doi.org/10.1080/15569543.2018.1514624
  8. Tisserand, R., & Young, R. (2014). Essential oil safety: A guide for health care professionals (2nd ed.). Churchill Livingstone.
  9. U.S. Food and Drug Administration. (2022). Code of Federal Regulations Title 21: Substances generally recognized as safe. 
Please follow and like us:
Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial