Sekularisme Adalah: Pengertian, Sejarah, dan Permasalahan
Sekularisme adalah – Salah satu pandangan yang sering dibahas banyak orang adalah sekularisme, yang memfokuskan pada pemisahan antara urusan agama dan urusan negara. Beberapa negara di dunia sudah menerapkannya, seperti Korea Selatan, India, Turki, Perancis, dan Kanada.
Kita perlu tahu bahwa ideologi sekularisme bertentangan dengan Pancasila, ideologi Negara Indonesia, terutama pada sila pertama yang menyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa. Lalu, apa itu sekularisme? Bagaimana problematika yang muncul dari sekularisme dalam berbagai aspek kehidupan manusia?
Pengertian Sekularisme
Istilah “sekularisme” berasal dari kata Latin “saeculum” yang berarti “periode besar waktu” atau “spirit zaman”. Kata tersebut kemudian berkembang menjadi “secularism” dalam Bahasa Inggris yang berarti sifat yang berkaitan dengan dunia, tidak agama, dan tidak spiritual.
Lawan dari sekularisme adalah suci, hal-hal agama, wakil dari Tuhan, dan hal-hal diluar hukum alam. Oxford Dictionary juga menerjemahkan sekularisme sebagai “doktrin bahwa moralitas harus didasarkan pada apresiasi terhadap manusia dan kehidupan, tanpa mempertimbangkan keyakinan pada Tuhan atau hari akhirat”.
Baca juga: Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Istilah sekularisme berhubungan dengan “sekularisasi” yang berkembang menjadi ideologi dan gerakan sosial. Namun, perbedaan antara kedua istilah adalah sekularisme adalah ideologi, sedangkan sekularisasi adalah gerakan sosial yang merupakan dampak dari proses modernisasi. Sejarah perkembangan ideologi sekularisme berasal dari agama Kristen di Eropa, khususnya pada Abad Gelap pada sekitar 250 tahun yang lalu.
Cak Nur, seorang cendekiawan dan pemikir Islam, mengatakan bahwa sekularisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa Tuhan tidak berhak mempengaruhi masalah manusia dalam dunia. Masalah-masalah tersebut harus ditangani dengan cara lain yang tentunya tidak berasal dari Tuhan.
Baca juga: Cara Menulis Daftar Pustaka Menggunakan Mendeley Cite
Oleh karena itu, sekularisme merupakan pandangan yang tidak mempercayai Tuhan dalam kehidupan manusia dalam dunia. Ini tidak hanya bertentangan dengan agama Islam, tetapi juga semua agama di dunia, mengingat banyaknya agama yang ada.
Orang yang sekuler, terutama yang konsisten, pasti tidak percaya pada keberadaan Tuhan dan Dewa-Dewi. Sementara itu, orang yang tidak konsisten dalam sekularisme biasanya memiliki kepribadian yang terpecah. Mereka percaya pada Tuhan di satu sisi, tetapi di sisi lain tidak mengakui kedaulatan Tuhan terutama dalam hal-hal duniawi.
Baca juga: Cara Memparafrase Teks Menggunakan Elicit.org
Orang seperti ini hanya melihat agama sebagai hubungan antara manusia dan Tuhan dalam bentuk ibadah saja. Namun, untuk urusan duniawi, mereka memilih untuk menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri.
Sejarah Sekularisme
Sejarah dasar konsep sekularisme memiliki hubungan yang erat dengan sejarah Kristen di Barat. Pada abad modern, terjadi proses pemisahan antara hal-hal yang berkaitan dengan agama dan non-agama (bidang sekuler) yang dimulai dengan ketidaksesuaian antara penemuan sains dan ilmu pengetahuan dengan dogma Kristen.
Baca juga: Kelompok Sosial: Pengertian, Jenis, dan Contoh
Di dunia Islam, istilah sekuler atau sekularisme pertama kali diterapkan oleh Zia Gokalp, seorang sosiolog dan politikus nasionalis Turki. Dalam upaya memisahkan kekuasaan spiritual khalifah dan kekuasaan duniawi sultan di Turki Usmani (Kerajaan Ottoman) pada waktu itu, ia memaparkan perlunya pemisahan antara diyanet (masalah ibadah dan keyakinan) dan muamalah (hubungan sosial antar manusia).
Prinsip Dasar Sekularisme
Menurut buku “Satu Satu Islam, Ragam Epistemologi” oleh Dr. Aksin Wijaya, prinsip dasar dari sekularisme adalah keyakinan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah duniawi mereka. Selain itu, aktivitas dan pengambilan keputusan manusia, terutama yang berhubungan dengan politik, harus didasarkan pada bukti dan fakta, bukan pada pengaruh agama.
Baca juga: Dork Google Pencarian Backlink Gov dan Edu
Sekularisme juga mempromosikan rasionalisme, yaitu paham yang menganggap rasio sebagai hal mutlak. Karena rasionalisme merupakan bagian dari sekularisme dan mengarah pada penyingkiran Tuhan, maka ateisme menjadi puncak dari sekularisme. Oleh karena itu, sekularisme juga dikenal sebagai paham tanpa Tuhan.
Prinsip utama sekularisme juga pernah diterangkan oleh Syed Muhamammad Naquib Al-Attas, yaitu bahwa sekularisme adalah suatu ideologi atau pandangan yang tidak memberikan suatu kedudukan yang istimewa (desakralisasi) pada dunia dan politik.
Baca juga: Analisis Bibliometrik Vosviewer: Publish or Perish
Ia menjelaskan bahwa Islam tidak sama dengan Kristen, sehingga sekularisasi yang terjadi pada masyarakat Kristen Barat tidak sama dengan yang terjadi pada masyarakat Muslim. Namun, Naquib mengingatkan bahwa manusia sebagai makhluk berakal harus memahami bahwa sekularisasi tidak hanya terbatas pada dunia Barat saja. Pengalaman mereka dan pandangan mereka terhadap sekularisasi sangat berguna untuk dikaji oleh umat Muslim di seluruh dunia.
Pembagian Sekularisme
Sekularisme dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sekularisme formal dan sekularisme substantif.
- Sekularisme Formal: Merupakan suatu sistem yang memisahkan pemerintahan dan institusi negara dari agama. Dalam hal ini, pemerintah tidak memihak pada satu agama tertentu dan memperlakukan semua agama dengan sama.
- Sekularisme Substantif: Merupakan suatu pandangan hidup yang memisahkan kehidupan pribadi dan kehidupan publik. Dalam hal ini, agama tidak dianggap sebagai faktor utama dalam membuat kebijakan publik dan memecahkan masalah sosial.
Kedua jenis sekularisme tersebut memiliki pendekatan yang berbeda dan tidak semua orang setuju dengan kedua jenis sekularisme tersebut. Namun, kedua jenis sekularisme memiliki tujuan yang sama, yaitu memisahkan agama dan negara sehingga setiap individu dapat mempraktikkan agamanya dengan bebas tanpa ada tekanan dari pemerintah atau institusi negara.
Istilah “sekularisme” pertama kali dicetuskan oleh George Jacob Holyoake pada tahun 1864. Saat itu, Holyoake menggunakan istilah tersebut untuk menjelaskan filsafat praktis bagi manusia yang menjalani hidup tanpa bersumber dari hal-hal supranatural. Secara terminologi, Holyoake menjelaskan sekularisme sebagai paham yang memisahkan agama dan segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, negara-negara yang menganut paham sekularisme memisahkan urusan agama dan urusan pemerintahan negara dan politik.
Menurut Yusuf Qardhawi, sekularisme dipahami sebagai memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial. Artinya, agama tidak boleh ikut mempengaruhi pendidikan, hukum, sosial, dan kebudayaan. Ideologi ini memisahkan Tuhan dari hukum dan undang-undang, sehingga Tuhan tidak boleh ikut campur dalam urusan manusia.
Menurut tulisan “Post-Islamisme di Turki: Analisis Mengenai Keberhasilan Kelompok Muda Islamis dalam Menginterpretasikan Sekularisme”, baik sekularisme moderat maupun sekularisme agresif sama-sama merupakan bentuk pemisahan agama dari kehidupan manusia.
Bahkan sekularisme moderat juga bisa memberikan “sinyal” bahwa agama tidak boleh digunakan sebagai pedoman bagi manusia, yang mengarah pada pemikiran bahwa manusia harus membuat hukum sendiri. Ini bertentangan dengan Pancasila yang diterapkan di Indonesia, khususnya sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Oleh karena itu, Indonesia melarang penerapan sekularisme karena sangat bertentangan dengan agama, bukan hanya Islam saja, tetapi juga Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Politisi dan Hakim Konstitusi, Mahfud MD, juga menegaskan bahwa Indonesia bukanlah negara agama atau negara sekuler, tetapi negara berketuhanan sesuai dengan dasar Pancasila pada sila pertama.
Permasalahan Sekularisme Pada Aspek Kehidupan
Menurut penelitian Kusuma Dewi Nur Aini yang berjudul “Problematika Sekularisme”, adanya ideologi sekularisme memberikan beberapa dampak negatif pada tiga aspek kehidupan manusia, yaitu sosial, ekonomi, dan politik. Ini karena sekularisme berkaitan dengan hal-hal duniawi dan keagamaan, sehingga mempengaruhi cara hidup manusia dan interaksi sosial mereka.
Dampak Sosial
Dampak sosial dari sekularisme adalah pengaruhnya terhadap interaksi sosial antar individu maupun kelompok. Dengan pemisahan antara agama dan kehidupan manusia, maka sikap hidup manusia akan berubah dan mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain. Ideologi ini juga bisa mempengaruhi bagaimana masyarakat memandang dan memahami nilai-nilai agama, sehingga dapat memicu perbedaan pandangan dan polarisasi sosial.
Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi dari sekularisme bervariasi, tergantung pada implementasi dan interpretasi dari ideologi tersebut. Secara umum, sekularisme dapat membawa dampak positif pada sektor bisnis dan ekonomi, karena memfokuskan pada aspek material dan duniawi. Hal ini membuat sektor bisnis lebih terbuka dan tidak terikat oleh batasan agama, sehingga dapat mempermudah proses bisnis dan meningkatkan ekonomi.
Namun, sekularisme juga dapat membawa dampak negatif pada ekonomi. Terkadang, sekularisme diinterpretasikan sebagai bentuk diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu, sehingga membuat mereka merasa terpinggirkan dalam dunia bisnis dan ekonomi. Selain itu, sekularisme juga bisa membatasi peran agama dalam ekonomi, seperti mengurangi peran lembaga keuangan syariah dan usaha-usaha yang berlandaskan agama
Dampak Politik
Dampak politik dari sekularisme adalah adanya pemisahan antara agama dan pemerintahan negara. Negara-negara yang menganut sekularisme memisahkan urusan agama dengan urusan pemerintahan dan politik, sehingga agama tidak memiliki pengaruh dalam pembentukan undang-undang dan kebijakan politik.
Hal ini mempengaruhi bagaimana masyarakat memahami dan memandang agama dalam kebijakan dan pemerintahan negara. Ada juga kecenderungan untuk membatasi hak-hak individu dalam memeluk dan menjalankan agamanya karena menganggap agama tidak perlu dalam dunia politik.
Namun, ada juga pandangan bahwa sekularisme yang berlebihan dapat membatasi hak-hak minoritas agama dalam mempengaruhi pemerintahan dan kebijakan negara.
Kesimpulan
Sekularisme adalah paham yang memisahkan antara urusan agama dan urusan duniawi, dimana urusan politik dan pengambilan keputusan harus didasarkan pada bukti dan fakta yang konkret dan tidak berdasarkan pengaruh keagamaan. Prinsip dasar sekularisme meliputi percaya pada kemampuan manusia untuk menyelesaikan masalah duniawi, bergantung pada rasio dan menidakkeramatkan alam dan politik. Berdasarkan pernyataan ini, sekularisme juga disebut sebagai paham tidak bertuhan karena mengarah pada penyingkiran peran Tuhan.
Referensi
- Al-Attas, S. M. N. (1981). Islam and Secularism. Kuala Lumpur: International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC).
- Asad, T. (2003). Formations of the Secular: Christianity, Islam, Modernity. Stanford, CA: Stanford University Press.
- Aini, K. D. N., & Lazuardy, A. Q. (2020). Kritik Dualisme dalam Pendidikan Islam. Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains, 2, 307-312.
- Casanova, J. (1994). Public Religions in the Modern World. Chicago, IL: University of Chicago Press.
- Febrina, F. (2019). Kebudayaan Sekularisme dan Kehidupan Beragama.
- Gokalp, Z. (1913). Turk Milliyetciligine Aid Sozler [Speeches in Aid of Turkish Nationalism]. Istanbul: Milliyet Matbaasi.
- Hudda, S. A. (2013). Post-Islamisme di Turki: Analisis Mengenai Keberhasilan Kelompok Muda Islamis dalam Mereinterpretasikan Sekularisme (Doctoral dissertation, IAIN Kediri).
- Lee, J. W. (2012). Against the Tide: A Critical Review of the Contemporary Secularism Debate. Leiden, The Netherlands: Brill.
- Taylor, C. (2007). A Secular Age. Cambridge, MA: Harvard University Press.
- Wijaya, A. (2019). Satu-Satu Islam: Ragam Epistemologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.